Seberapa Amankah Kacamata 3 Dimensi?

Film-film bergenre action ataupun petualangan yang ditonton pada layar 3D menjadi trend saat ini. Baru-baru ini Marvel merilis film terbarunya yaitu The Avengers : The Age of Ultron. Film-film 3D ini sangat diminati karena penonton seolah ikut terbawa dan terlibat dalam cerita film. Mereka merasakan sensasi yang luar biasa karena tidak hanya menonton tapi juga ikut merasakan main dalam film tersebut.

amankah

Cara kerja film 3D sebenarnya tidak terlalu rumit. Film sendiri dibuat dalam dua dimensi. Untuk menjadikannya 3 dimensi harus dibantu dengan kacamata khusus. Kacamata ini mengantarkan mata untuk melihat obyek yang berbeda dengan di layar. Mata kiri akan melihat satu gambar sementara mata kanan melihat gambar lainnya dan oleh otak kedua gambar ini disatukan dan jadilah film 3 dimensi.

Tidak semua orang dapat melihat efek film 3D meskipun dengan kacamata

Sebelum menonton biasanya petugas bioskop membagikan kacamata 3 dimensi yang akan membantu kita menonton film dengan format 3D ini. Tapi tahukah anda ternyata tidak semua orang dapat menonton film berformat 3D dengan baik meskipun telah menggunakan kacamata. Mereka yang dapat menikmati film 3D dengan kacamata adalah yang memiliki kemampuan penglihatan binokuler, artinya kedua mata dapat membedakan jarak sebuah benda dengan benda lainnya dengan baik. Misalnya dapat membedakan jauh dekatnya dua buah kendaraan, dan tinggi rendahnya dua buah bangunan yang berbeda.

Lalu siapa saja yang tidak dapat melihat film 3D meskipun dengan kacamata? Mereka adalah orang yang menderita gangguan pada mata :
  • yaitu mereka yang berkacamata dan kacamatanya tidak sama ketebalannya (tebal sebelah) yang memiliki perbedaan sampai 2 dioptri.
  • Matanya tidak simetris / juling, baik juling ke dalam maupun juling  ke luar.
  • Mata mengalami kelainan organik misalnya kornea tertutup karena jaringan parut, katarak, kelainan retina maupun gangguan kornea mata lainnya
3 dimensi

Seberapa amankah kacamata 3D digunakan?

Saat menonton film dengan format 3D selain menarik karena kadang adrenalin ikut tertantang mengikuti irama dan cerita pada film, ternyata juga membawa efek negatif, diantaranya :

Perasaan mual, pusing dan sakit kepala.
Hal itu disebabkan saat menonton film dengan format 3D mata dipaksa bekerja keras untuk mendapatkan gambar yang jelas. Menurut hasil penelitian ternyata hanya 30 % dari penonton yang mampu berkoordinasi dengan baik untuk melihat efek 3D dalam film, ditambah lagi harus melihat layar yang demikian besar ukurannya. 

Mata sakit dan penglihatan jadi berkunang-kunang
Saat otak memaksa mata untuk terus memandangi layar 3 dimensi, mata akan menjadi tegang, sakit dan setelahnya bisa membuat penglihatan berkunang-kunang usai menonton. Bayangkan jika kita harus memandangi layar yang sama yang membuat mata bekerja keras selama 2 jam. 

Gejala lanjutan seperti mabuk dan disorientasi
Pernahkah anda merasakan mabuk perjalanan dan harus diatasi dengan antimo? Ada orang yang setelah menonton film 3D merasakan gejala mabuk dan disorientasi. Pada saat menonton tayangan 3D tekanan pada mata terjadi secara ekstrim dan mempengaruhi vestibular yang terletak pada organ telinga bagian dalam. Vestibular ini adalah sistem sensoris yang berperan dalam keseimbangan, kontrol kepala dan gerak bila mata. Saat menonton film 3D terjadi konflik antara organ mata yang melihat dan organ vestibular sebagai sistem sensorik. Mata seolah berkata bahwa kita bergerak dan terbang ke udara, sementara sistem vestibular mengatakan sebaliknya, bahwa tubuh tidak bergerak. Pada orang-orang tertentu yang sensitif bisa menimbulkan rasa oleng, mabuk dan disorientasi sehabis menonton.

Mengembangkan fungsi mata yang abnormal
Jika kacamata 3 dimensi dipakai oleh anak di bawah umur 6 tahun bisa membahayakan perkembangan matanya yang sedang berkembang. Bisa menyebabkan fungsi mata jadi abnormal jika keseringan menonton film berformat 3D.

Menjadi sarang penyebaran kuman
Kacamata yang digunakan beberapa kali dan dipindahtangankan dengan  mudah dari orang yang satu ke orang yang lain menjadi sarang penyeberangan kuman. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pada beberapa frame kacamata 3 dimensi ditemukan bakteri penyebab konjunctivitis yang menyebabkan peradangan pada selaput lendir mata. Juga ditemukan beberapa bakteri yang bisa menginfeski kulit. Tidak ada satupun kacamatan 3D di bioskop yang bebas kuman (steril) karena perpindahannya sangat mudah dan cepat dari orang yang satu ke orang lain, kenyataannya kacamatan itu jarang dibersihkan, setelah dipakai biasanya langsung disimpan pada kotaknya dan dikeluarkan saat mau digunakan.

Itulah beberapa resiko yang kita dapatkan jika menggunakan kacamatan 3 dimensi untuk menonton film berformat 3D di bioskop. Lalu seberapa amankah penggunannya? Masalah aman atau tidaknya tergantung masing-masing orang.

Orang yang memiliki resiko kesehatan seperti  :
(1) Memiliki sensivitas yang tinggi akan jauh lebih rentan.
(2) Gampang mabuk perjalanan akan lebih mudah mendapatkan efek negatifnya.
(3) Balita atau anak-anak di bawah umur 7 tahun yang matanya masih dalam perkembangan.
(4) Memiliki daya tahan tubuh yang rendah, sehingga mudah tertular kuman.

Orang-orang dengan kondisi seperti di atas sebaiknya dibatasi menggunakan kacamata 3D. Saat menggunakannya pun jangan terus menerus tetapi sesekali dibuka untuk mengistirahatkan mata. Sebelum menggunakan kacamata 3D yang dibagikan di bioskop sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu dengan tisu basah yang mengandung alkohol. Alkohol dapat membunuh sebagian besar kuman yang menempel pada kacamata tersebut. Jangan terlalu sering menonton tayangan berformat 3D, batasi dan selingi dengan film-film yang berformat dua dimensi.

Apapun akan berbahaya jika tidak digunakaan secara bijak. demikian juga dengan kacamata 3D ini. Semoga bermafaat


Related Posts:

0 Response to "Seberapa Amankah Kacamata 3 Dimensi?"

Catat Ulasan